Sabtu, 09 Juli 2011

MAKALAH ULUMUL HADITS


BAB I
PENDAHULUAN
A      LATAR BELAKANG
Dengan adanya ilmu hadits, menuntut kita untuk mengkaji secara jeli dan tepat dalam menggali secara dalam tentang sifat dan perbuatan Allah sebagai pemelihara alam semesta, guna megetahui sifat dan perbuatanNya dalam mengatur alam semesta ini, supaya manusia mencermati keindahan dan cermatnya penciptaan Allah, sehingga manusia menyadari akan kekuasaanNya.
Oleh kerena itu dengan hadirnya makalah yanag kami susun ini diharapkan para pembaca dapat memahami lebih jauh tentang hadits sifat dan perbuatan Allah dalam memelihara alam semesta ini.
B       RUMUSAN MASALAH
A.    Hadits Nabi Tentang Sifat dan Perbuatan Allah Sebagai Pemelihara Alam Semesta.
B.     Keindahan Dalam Pandangan Allah.
C.     Hal-Hal Mulia Yang Disukai Allah dan Hal-Hal Ercela Yang Dibenci Allah.
C      TUJUAN PEMBELAJARAN
Maksud dan tujuan kami dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mempermudah memahami hadits Nabi dalam amalan manusia, dalam situasi dan kondisi tertentu. Artinya kita sebagai umat muslim harus mengetahui tujuan hadits yang berkenaan dengan alam semesta.







AB IIB
KORPUS DATA
عن عمرو سمعت رسول الله يقول تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في ذاته
(متفق عليه)                                                                                                                                 
عن ابي هريرة قال: قال رسول الله صلعم ان الله لا ينظلر الي سواركم ولا الى اموالكم ولكن الله ينظر الى قلوبكم و الى اعمالكم   
(رواه ترمذى و احمد)
. عن ابنى مسعود قال: قال رسول الله صلعم نوروا بيوتكم بالصلا ة وبتلا وة القرأن
 (رواه احمد)                                                                                                                               
عن ابنى مسعود قال: قال رسول الله صلعم من رأى منكم منكرا فليغير بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه فإنه أضعاف الامان
(رواه مسلم)










BAB III
HADITS NABI TENTANG  SIFAT DAN PERBUATAN ALLAH SEBAGAI PEMELIHARA ALAM SEMESTA
A.    Sifat dan Perbuatan Allah
    عن عمرو سمعت رسول الله يقول تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في ذاته
            “Dari Umar ra. Berkata, aku mendengar rasulullah bersabda : Pikirkan olehmu sifat-sifat Allah dan jangan sekali-kali kamu mencoba memikirkandzat-nya”
 (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits diatas menjelaskan tentang Perintah memikirkan segenap ciptaan Allah yang berbagai ragam itu diharapkan agar manusia dapat mengenal Penciptanya yang memiliki sifat kesempurnaan. Sebaliknya manusia dilarang memikirkan hakikat dzat-Nya.
Adapun sifat Allah itu tidak terhingga tetapi secara tafsili (terperinci) yang wajib diyakini ada 20 sifat utama (sifat 20) dan apabila diringkas menjadi sifat 13. Dan dibawah ini merupakan kesesuaian sifat Allah yang 13 sebagai sifat dan perbuatan sebagai pemelihara alam semesta[1].
Sifat-sifat Allah SWT yakni sebagai berikut :
1.      Wujud artinya ada, mustahil Allah bersifat adam artinya tidak ada. Wujud Allah dapat dibuktikan dengan adanya alam semesta yang indah beserta segala kelengkapannya yang berjalan menurut aturan. Alam mengikuti suatu kekuatan yang mengatur sehingga tidak pernah menyimpang dari garis yang telah ditentukan.
Keyakinan terhadap adanya Tuhan yang Maha Esa tidak saja diajarkan agama, tetapi ilmu pengetahuan pun mengakui keberadaanNya.  Seorang Filosof Xenophanes (580-470 SM) mengatakan bahwa : ”Tuhan yang Esa itu tidak dijadikan, tidak bergerak, berubah-ubah dan Dia Penguasa seluruh Alam.”
2.      Qidam artinya dahulu (tidak ada permulaan), mustahil Allah bersifat hudus artinya baru. Allah terjadi dengan sendirinya, tidak bermulaan dan tidak berkesudahan. Sedangkan makhlukNya adalah baru karena semua makhluk diciptakan dan mempunyai sebab kejadiannya. Tidak dapat diterima oleh akal bahwa sesuatu akan terjadi tanpa sebab.
3.      Baqa artinya kekal, mustahil Allah bersifat Fana artinya lenyap. Setiap benda yang ada akan mengalami fana artinya lenyap. Hal ini merupakan sifat makhluk yang tidak layak disejajarkan dengan keagungan Tuhan.
4.      Mukhalafatu Lilhawaadisi artinya berbeda dengan makhluk-Nya, mustahil Allah bersifat mun a salatu lilhawa disi artinya sama dengan makhlukNya. Bagi Allah, sifat dan perbuatannya tidak ada yang menjamin karena Allah Khalikul alam sehingga tidak akan ada yang membatasinya. Jika terjadi persamaan dengan makhluk hanyalah dalam hal namanya, sedangkan hakikatnya tidak akan terjadi karena keterbatasan makhluk.
5.      Qiyamuhu Binafsihi artinya berdiri sendiri, mustahil Allah bersifat Qiyamuhu bigairihi artinya butuh kepada yang lain. Allah wajib disembah dan dimintai pertolongan. Dia tidak berhajad kepada yang lain. Ia dapat menyelesaikan segala sesuatu yang terdapat dialam semesta ini dengan kekuasaanNya.
6.      Wahdaniyah artinya Esa atau Satu, mustahil Allah bersifat ta’adud artinya berbilang atau bersekutu. Kekuasaan Allah mutlak dalam segala – galanya, baik dalam dzat, sifat, maupun perbuatanNya. Keesaan Allah tidak terdiri atas perpaduan beberapa unsur, sempurna dan tidak ada cacat atau kekurangan. Dia tidak mungkin dapat dijangkau oleh pancaindra manusia dan tidak dapat diukur dengan alat apapun juga.
7.      Qudrat artinya kuasa, mustahil Allah bersifat ’ajzu artinya lemah. Allah berbuat apa saja menurut kehendak Nya terhadap makhluk dan memberikan ketentuan batas waktu dan kekuatannya. Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menghalangiNya. KekuasaanNya meliputi alam gaib dan alam nyata serta mampu mengendalikan semua benda yang paling kecil sampai kepada benda yang paling besar. Tentu saja Dia tidak akan bersifat lemah seperti makhlukNya
8.      Iradat artinya berkehendak, mustahil Allah bersifat karahah artinya terpaksa. Allah menciptakan alam ini dengan kemauan dan pilihanNya, bukan kebetulan atau terpaksa. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak dan persetujuan dariNya. Dia berkehendak menghidupkan, mematikan dan mengubah kehendak makhlukNya sehingga apa yang telah direncanakan dapat digagalkan dan yang tidak direncanakan dapat terjadi. Bagi Allah tidak ada keterpaksaan karena hal itu menunjukkan sifat yang lemah dan tidak sempurna.
9.       Ilmu artinya mengetahui, mustahil Allah bersifat Jahlun artinya bodoh. Pengetahuan Allah tidak ada batasnya meliputi segala sesuatu, baik yang lahir maupun yang tersembunyi, dibalik bumi ataupun langit. Apabila ilmu Allah dibandingkan dengan pengetahuan manusia, maka ilmu manusia bagaikan setetes air ditengah lautan. Dia tidak pernah lupa sedikitpun terhadap ciptaanNya, berapapun banyaknya, pada saat tertentu makhluk yang lahir dan yang mati. Begitu luasnya pengetahuan Allah sehingga tidak ada yang luput dari catatanNya.
10.  Hayat artinya hidup, mustahil Allah bersifat maut artinya mati.
11.  Sama artinya mendengar, mustahil Allah bersifat summun artinya tuli. Allah mendengar segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dari suara yang sangat lemah sampai suara petir, suara hati seorang yang sedang merenung sampai seorang yang berteriak. Namun, janganlah disamakan Allah dengan manusia hingga dibayangkan Ia mendengar dengan telinga. Allah Maha Suci dari sifat lemah. Sekalipun manusia dapat mendengar suara yang jauh dengan menggunakan peralatan yang canggih, hal itu hanya terbatas padaa sesuatu yang tertentu.
12.  Basar artinya melihat, mustahil Allah bersifat umyun artinya buta. Basar merupakan sifat yang qadim pada dzat Allah dengan tidak menggunakan alat indra, tetapi dengan cara yang layak bagiNya hingga terbuka bagiNya segala yang ada.
13.  Kalam artinya berfirman, mustahil Allah bersifat bukmun artinya bisu. Allah berbicara dengan hambaNya, sedangkan caranya hanya Allah sendiri yang mengetahuiNya. Pembicaraan Allah disebut kalamullah. Kalam Allah disampaikan kepada para Rasul, baik secara langsung maupun lewat perantaraan Malaikat Jibril. Wujud Kalamullah itu dapat berupa kitab suci seperti Al-Qur’an dapat pula berupa lembaran (suhuf) dan alam semesta.
B.     Keindahan Dalam Pandangan Allah
Allah berfirman :
” Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu……[2]
Harga diri di hadapan Allah swt. bukan dilihat dari status sosialnya, kebagusan rupa, keturunan bahkan kekayaan, melainkan nilai kualitas ketakwaannya. Diterangkan dalam hadits berkenaan dengan hal tersebut yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairoh R,A bahwa Rosulullah Saw bersabda:
عن ابي هريرة قال: قال رسول الله صلعم ان الله لا ينظلر الي سواركم ولا الى اموالكم ولكن الله ينظر الى قلوبكم و الى اعمالكم
“Allah tidak akan melihat penampilanmu dan kekayaan kamu, akan tetapi kepada hati dan amalmu” (HR.Tirmidzi dan Ahmad)
Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abu Lahab R.A berkata,”seorang laki-laki beranjak menemui Nabi yang sedang berada di atas mimbar, orang itu berkata, ‘ya Rasulullah, manusia manakah yang paling baik?, Rasulullah menjawab,’manusia yang paling baik adalah yang paling rajin membaca Alquran, yang paling bertakwa kepada Allah, yang paling sering memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang munkar, dan yang paling sering menyambung silaturrahmi.
Dalam hadits lain dijelaskan bahwa manusia yang paling baik ialah manusia yang berhati tulus dan berlidah lurus. Sahabat bertanya,”apa yang dimaksud berhati tulus ya Nabi ?, nabi menjawab,”hati yang bertakwa, bersih, tidak menyimpan dosa kepada Allah dan orang lain, tidak dengki, tidak iri, tidak zholim” nabi ditanya lagi, sesudah itu siapa ?, kata nabi, “yang mengembangkan kehidupan dunia sambil mencintai akhirat”, sesudah itu apa lagi ya nabi?, “mukmin dengan akhlak yang baik”. Kemudian hadits lain disebutkan “manusia yang paling baik adalah yang panjang usianya dan baik amalnya”[3]
Dari ayat dan hadits di atas menjelaskan kepada kita bahwa manusia yang mulia dalam pandangan Allah dinilai dari segi kualitas ketakwaannya, dan manifestasi takwa itu sendiri memancarkan kesadaran cahaya ilahiyah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pola atau gaya kita menempuh hidup yang disertai dengan kesadaran yang mendalam bahwa Allah itu hadir “Innallaha ma’aanaa”,sesungguhnya Allah itu selalu bersama kita[4]. Dan ia tidak terfokus hanya mempunyai kesadaran vertical saja, berupa hubungan kepada Allah swt., orang yang bertakwa juga memiliki kesadaran horizontal, yaitu hubungan dengan sesama manusa. Dua kesadaran itu dilambangkan dalam praktek sholat. Sholat yang dimulai dengan takbiratul ihram, artinya takbir yang mengharamkan segala pekerjaan lain selain menghadap Allah, dengan ucapan Allahu Akbar, Alla maha besar. Takbir ini menggambarkan kesadaran vertikal.
Dengan demikian janganlah tertipu oleh penampilan bertopeng sholeh yang kadang membuat terpesona orang dengan kesholehannya. Tetapi dibalik itu wajah sebenarnya menampilkan bahimiyah, yakni binatang buas yang berpenampilan manusia. Karena Allah mengajarkan kepada hambanya agar selalu cantik bathiniyahnya. Para Nabi dan Imam juga telah diberi Allah swt. keduanya yakni cantik lahiriyahnya tetapi cantik juga bathiniyahnya.
Mengapa para Nabi harus tampan? Dalam Alquran disebutkan : “Supaya orang tidak membuat alasan yang menolak kebenarannya”,Lialla yakuuna linnaasi ‘alallaahi hujjatun ba’dar rasuul”[5]. Bagaimana orang akan menerima kebenaran kalau wajah nabinya menakut- kan misalnya, karena itulah para Nabi dan Imam memiliki dua keindahan itu.
Akhirnya, kita harus bersungguh-sungguh untuk memperoleh kualitas ketakwaan. Agar hidup kita dimata Allah menjadi lebih mulia yang kemuliaan itu akan dinilai oleh Allah swt. sebagai investasi akhirat kita yakni berupa surga. Untuk itu semua diperlukan kesabaran dalam hal apaun karena salah satu manifestasi syukur adalah sabar, dan tidak semua orang mendapatkan kebaikan dan surga melainkan hanya untuk orang-orang yang sabar.
C.    Hal-Hal Yang Mulia Yang Disukai Allah dan Hal-Hal Tercela Yang Dibencinya
1.      Hal-Hal Yang Mulia Yang Disukai Allah
a)      Gemar membaca al-qur’an
Rasulullah saw bersabda:
عن ابنى مسعود قال: قال رسول الله صلعم نوروا بيوتكم بالصلا ة وبتلا وة القرأن
 “Sinarilah rumah-rumah kamu sekalian dengan salat sunat dan bacaan Al Quran“ (HR.Baihaqi).
Rumah tampak terang benderang menurut pandangan Allah apabila di dalamnya selalu ada ayat-ayat suci Al Quran yang dibaca. Hati menjadi lega, pemaaf, dermawan dan sifat terpuji lainnya.Dalam hadis lain Nabi mulia saw menegaskan, “Dan tidaklah suatu kelompok yang ada di dalam masjid Allah merasa tenang, kecuali mereka membaca kitab Allah dan menderasnya serta berusaha menyingkapkan kata-kata kepada pengertian yang benar dari ayat yang dibaca.“ Abu Hurairah RA berkata, “Rumah yang didalamnya dibacakan Al Quran akan dilimpahi kebaikan, dihadiri para malaikat dan akan dijauhi oleh syetan. Dan rumah yang dialamnya tidak pernah dibacakan Al Quran, akan terasa sempit, tidak ada kebaikan, didatangi oleh syetan dan dijauhi oleh malaikat“ (Az-Zuhud). “Diceritakan, ada seorang lelaki mengeluh kepada Rasulullah saw “Ya Rasulullah. Dadaku merasa sempit dan sesak nafasku.” Nabi saw menjawab, “Bacalah Al Quran “[6].
b)      Berakhlaq mulia
Satu-satunya alasan bagi kemuliaan dan kebanggaan bagi setiap orang adalah akhlak mereka. Dalam pekerjaan mereka, perolehan, kebiasaan, keadaan mereka saat ini, keberhasilan sejati hanya dicapai melalui akhlak yang baik, terutama jika akhlak itu disempurnakan dengan keadilan.“ (Al Hadis Nabi SAW). Al Rafi’i menuturkan “Seandainya aku diminta untuk merangkum filosofi seluruh ajaran Islam dalam dua kata, maka akan kukatakan “Keluruhan akhlak.“ Apa dasarnya? ”Rasul SAW bersabda “Aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak “[7]. Lalu “Mengapa Nabi Muhammad SAW diutus? Allah SWT berfirman : “Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta“[8]. Muncul pertanyaan berikutnya, “Mana lebih penting antara salat, puasa, doa, zikir, haji dan seterusnya ? Dr. Amr Khad, Motivator Muslim kaliber Dunia menjawab, “Akhlak lebih penting. Sebab tujuan utama seluruh ibadah adalah membenahi akhlak. Kalau tidak, maka ibadah tersebut akan jadi semacam latihan olahraga saja.“ Misalnya Allah berfirman, “Dirikanlah salat. Sesungguhnya salat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.“ (Al-Ankabut 45). Jadi, yang salatnya tidak mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, berarti salatnya itu hanya berupa gerakan olahraga.Ia mengerjakan salat, tetapi akhlaknya tidak membaik. Dalam hadis qudsi, Allah berfirman ”Aku hanya menerima salat dari orang yang dengannya ia tawadhu pada keagungan-Ku, tidak menyakiti makhluk-Ku, berhenti bermaksiat pada-Ku, melewati siangnya dengan zikir pada-Ku, serta mengasihi orang fakir, orang yang sedang berjuang di jalan-Ku, para janda, dan orang yang ditimpa musibah“[9]. Sehingga Imam Ja’far Al Shadiq, buyut Nabi Muhammad SAW berkata, “Tidak diterima salat seseorang yang tidak memiliki kepedulian terhadap orang yang lapar dan terlantar.
2.      Hal-Hal Tercela Yang Dibencinya
a)      Berperasangka buruk
Rasulullah SAW bersabda “Muslim dengan Muslim lainnya bersaudara. Tidak boleh mengkhianati, mendustakan, dan menghina. Setiap Muslim dengan Muslim lainnya haram kehormatan, harta dan darahnya. Seseorang layak dikatakan jahat jika ia mencaci saudaranya sesama Muslim. “Merendahkan derajat kemanusiaan dengan cara menggunjingkannya termasuk perbuatan yang dicela dalam Islam. Inilah pemaknaan gibah yang sesungguhnya; menjatuhkan kemuliaan manusia dengaan menceritakan aibnya. Perbuatan gibah erat kaitannya dengaan interaksi sesama manusia, dan dosa pelakunya tidak akan diampuni selama belum mendapatkan pemaafan dari korbannya.
Apa pun yang kau bincangkan mengenai cacat fisik, asal usul silsilah, tingkah laku, akhlak, keyakinan atau bahkan pakaian, rumah atau kendaraannya, semua itu merupakaan gibah. Gibah dikategorikan sebagai dosa yang paling dibenci dan kotor. Karena alasan inilah gibah disebut sebagai dosa yang lebih buruk daripada perzinaan dan pencabulan.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penberimatobat lagi Maha Penyayang.“[10].
Nabi SAW menjelaskan bahwa orang yang doyan menggibah, di akhirat akan bangkrut. Karena pahalanya digunakan untuk diberikan kepada orang digibahi. Bahkan kalau pahalanya ludes, maka dosa orang digibahi akan berpindah kepada si penggibah. Dikisahkan, bahwa satu hari ada seseorang menggibahi Al Hasan Al Basri. Bagaimana reaksi sang ulama besar kota Basrah ini? “Beliau mengirimi si penggibah itu sepiring buah palem dengan pesan, Aku mendengar bahwa kamu telah memberiku hasanah-mu sebagai sebuah hadiah, dan aku ingin mengembalikan kebaikan itu. Mohon maaf karena aku tidak mampu mengembalikannya secara utuh.“ Gibah pada kenyataannya adalah kebaikan dari pelakunya. Dari ‘Amrs bin Al ‘Ash bahwa ia melalui bangkai keledai, dan berkata kepada beberapa temannya, “Lebih baik jika seseorang makan daging ini sekenyangnya-kenyangnya daripada makan daging bangkai saudaranya sesama Muslim.”
Jangankan menggibah, bahkan mendengar dan atau memperhatikan gossip saja, adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan manusia dihadapan Allah. Adalah terlarang untuk duduk bersama orang yang bergosip dan bergunjing. Menolak mendengarkan gibah dan ucapan yang buruk adalah salah satu ciri orang beriman. Kehormataan orang beriman harus dibela dengan mengkritik perkataan tukang gossip atau dengan mengatakan hal-hal yang baik dan benar adanya tentang orang yang digunjingkan.
Rasul SAW berpesan
عن ابنى مسعود قال: قال رسول الله صلعم
 من رأى منكم منكرا فليغير بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه فإنه أضعاف الامان
 “Barangsiapa melihat kejahatan, hendaknya dia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, lakukan dengan lidahnya; atau jika ia tidak melakukannya,hendaknya ia menetangnya dalam hati, dan itulah selemah-lemahnya iman.“ (HR.Muslim).
b)      Sifat kikir
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah disebut Muslim orang yang kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan“ (HR.Bukhari). Hadis lain “Tidaklah beriman kepada-Ku (Allah) orang yang tidur, kenyang, sedangkan tetangganya lapar, padahal ia mengetahuinya“ (HR.Al Bazzar). Dalam surah Al Ma’un Allah menegaskan, “Dicap mendustakan agama orang yang menghardik anak yatim, tidak menolong dan memberi makan orang miskin, enggan memberi bantuan.
Allah tidak akan memberkahi harta yang selalu disimpan oleh pemiliknya dan tidak mau diinfakkan kepada orang yang wajib dia berikan infak. Karena ini adalah perbuatan orang yang kikir dan kekikiran adalah sifat yang tercela dan dibenci. Yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya juga tidak disukai oleh manusia. Harta orang yang kikir tidak memiliki kebaikan, dan tidak akan berkembang. Rasul SAW bersabda “Hindarilah perbuatan zalim karena orang yang melakukan perbuatan zalim akan disiksa pada hari kiamat. Hindarilah sifat kikir,karena telah membinasakan orang yang datang sebelum kamu “[11]. Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda, “Suatu kaum yang tidak mau mengeluarkan zakat akan ditimpakan bencana oleh Allah selama bertahun-tahun. Orang yang menolak untuk mengeluarkan zakat akan berada di neraka pada hari kiamat “ (HR.Thbarani).





BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ø  Perintah memikirkan segenap ciptaan Allah yang berbagai ragam itu diharapkan agar manusia dapat mengenal Penciptanya yang memiliki sifat kesempurnaan.
Ø  Harga diri di hadapan Allah swt. bukan dilihat dari status sosialnya, kebagusan rupa, keturunan bahkan kekayaan, melainkan nilai kualitas ketakwaannya.
Ø  Hal-Hal Yang Mulia Yang Disukai Allah
·         Gemar membaca al-qur’an
·         Berakhlaq mulia
Ø  Hal-Hal Tercela Yang Dibencinya
·          Berperasangka buruk
·         Sifat kikir

A.    SARAN
Mengingat manusia tidak luput dari kesalahan, makalah yang kami susun inipun masih banyak kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dari semua mahasiswa dan dosen yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada Dosen pengajar diharapkan bimbingan lebih untuk mengingatkan mutu dan kwalitas mahasiswa PAI pada khususnya didalam mengembangkan ilmu hadits demi terwujudnya implimentasi dalam kehidupan sehari-hari.







DAFTAR PUSTAKA
·         Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, op.cit.
·          Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairiy an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz I, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabiy, t.th.).
·         Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, op.cit., h.
·         Al-Huwaithi, Sayyid bin Ibrahim, Syarah Arbain An-Nawawi, Jakarta: Darul Haq, 2008
·         Tim Ahli Tauhid, Kitab Tauhid Jilid 2, Jakarta: Darul Haq, 2008
·         Al-Utsaimin, Muhammad bin Sholih, Syarah Hadits Arbain, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2008














[1] Al-Utsaimin, Muhammad bin Sholih, Syarah Hadits Arbain.
[2] (Q.S.AlHujarat : 13)
[3] (HR.Thobaroni)
[4] (AtTaubah:40)
[5] (An-Nisaa:165)
[6] (HR. Abu Said Al Khudry)
[7] (HR. Imam Malik)
[8] (Al Anbiya 107)
[9] (HR.Al Zubaidi)
[10] (Al -Hujurat (49) : 12)
[11] (HR.Muslim)