BAB I
PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Dengan adanya ilmu tafsir dalam Al-Qur’an,
ilmu Tafsir menuntut kita untuk mengkaji secara jeli dan tepat tentang
ilmu-ilmu Al-Qur’an. Untuk mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan kitab
suci itu, dibutuhkan perhatian khusus, pencurahan penuh dan pembahasan secara
mendasar. Oleh kerena itu dengan hadirnya makalah yanag kami susun ini
diharapkan para pembaca dapat memahami lebih jauh tentang ilmu-ilmu Tafsir agar
bisa diterapkan dalam masyarakat.
B RUMUSAN MASALAH
a.
Surah At-Tin 1-6
b.
Surat Al-A’raf 7 : 175-176
c.
Surat Al-Isra’ : 70
d.
Surat Al-Mukminun : 5
e.
Surat Ali - Imran 3:102
C TUJUAN PEMBELAJARAN
Maksud diwujudkannya ilmu Tafsir adalah untuk
mempermudah mentafsirkan ayat Al-Qur’an dalam amalan manusia, dalam situasi dan
kondisi tertentu. Artinya manusia sebagai makkhluk sosial harus saling memahami
dan mengenal antara sesama untuk saling memperbaiki dan saling menasehati
menuju jalan yng benar.
BAB II
EKSISTENSI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF
AL – QUR’AN
A.
Surah At-Tin 1-6
Kesempurnaan Penciptaan Manusia
والتين
والزيتون. وطورسينين. وهذاالبلد اللامين. لقد خلقنا الانسان فى احسن تقويم. ثم
رددنه اسفل سافلين. الاالذين امنوا وعملواالصلحت فلهم اجر غيرممنون.
Artinya: Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun 2 Dan demi
bukit Sinai, 3. Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman,4. Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .5. Kemudian kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),6. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya.
o
Syarah
Dalam ayat-ayat ini Allah menyuruh manusia supaya
benar-benar memperhatikan nikmat karunia Allah swt. Untuk menambah kekuatan
iman dan tauhid kepada kebesaran dan kekuasaan Allah swt. Yang tiada tara
bandingannya. Kemudian dalam ayat-ayat ini Allah juga menyuruh kita
memperhatikan buah yang kita makan untuk mengenal betapa besar nikmat karunia
Allah swt. Dalam segala apa yang disediakan untuk kepentingan kebutuhan
manusia, setelah menyebut makanan jasmani buah tin dan zaitun maka mengingatkan
kepada wahyu yang diturunkan Allah di atas bukit Thur sina dan kota Mekkah yang
keduanya merupakan perlengkapan hajat kebutuhan manusia sebagai makhluk yang
terdiri, dari jasmani dan rohani. Bila makanan jasmani sudah terpenuhi maka
jangan lupa makanan rohani lebih penting bahkan lebih utama, sebab kepentingan
jasmani dalam hidup sementara sedang kepentingan sedang kepentingan rohani
untuk kehidupan yang kekal abadi selanjutnya. Karena itu Allah mengingatkan bahwa
Allah telah menciptakan manusia dalam kejadian yang seindah-indahnya, cantik,
tampan, dan gagah perkasa, tetapi kemudian terjerumus dalam lembah kehinaan
yang serendah-rendahny, kecuali orang tetap beriman, patuh, taat, dan Islam
menyerah kepada Allah maka merekalah yang akan tetap mulia bahkan mendapat
tempat kedudukan di sisi Allah dengan segala pahala dan kesenangan, kepuasan, kenikmatan
yang tidak terbatas.
o
Kosa Kata :
·
Asfala Kata asfala adalah bentuk superlatif dari kata
as-sufl, as-safl, as-sufalah/as-safalah. Dalam bahasa Arab, kata asfala dan
bermakna rendah, antonym tinggi. Dengan demikian asfala berarti paling rendah,
tetapi kemudian maknanya berkembang dalam bentuk metafor yang menunjukan
kerendahan martabat dan kehinaan.
Dalam Al-quran ditemukan setidaknya tiga makna kata asfal;
1. Paling bawah.
2. Paling merugi.
3. Paling hina.
·
Jika dikaitkan dengan sebelumnya (summa radadnahu), maka kedudukannya adalah untuk menggambarkan
keadaan saat manusia dikembalikan, yaitu dikembalikan ke tempat (neraka) yang
paling rendah dan hina).
·
Ikrimah dan Qatadah, memahami ayat tersebut dengan
pengembalian kepada keadaan lemah dan bentuk yang tidak lagi bagus karena
lanjut usia, setelah sebelumnya tercipta dalam bentuk sebaik-baiknya.
o
Tafsir
a. Manusia
yang paling baik dan sempurna kejadiannya itu akan menjadi tidak berguna bila
tidak dijaga pertumbuhannya dan tidak dipelihara kesehatannya. Manusia yang
paling sempurna rohaninya itu akan menjadi jahat dan merusak di muka bumi ini
bila tidak diberi agama dan pendidikan yang baik. Manusia yang lemah akan
menjadi beban, dan manusia yang jahat akan merusak masyarakatnya. Akhirnya di
akhirat ia akan masuk neraka. Dengan demikian manusia itu akan menjadi makhluk
terhina.
b. Yang
terhindar dari kehinaan itu adalah orang-orang yang beriman dan berbuat baik.
Manusia yang memiliki sikap hidup yang didasarkan atas iman dan perbuatan baik
itu akan memperoleh balasan dari Allah tanpa putus-putusnya. Iman dan perbuatan
baiknya itu akan berbuah di dunia, berupa kesentosaan hidup baginya dan bagi
masyarakatnya, dan kebahagian hidup di akhirat di dalam surga.
o
Pesan
a. Manusia
yang paling sempurna kejadiaannya itu bisa berubah menjadi manusia yang rusak
dan menjadi beban bagi masyarakat bila jasmaninya tidak dibina dan kesehatannya
tidak dipelihara.
b. Manusia
yang tersempurna rohaninya itu akan merusak masyarakat bila tidak diberi agama
dan pendidikan yang paling baik. Akhirnya di akhirat ia akan masuk neraka, dan
karena itu menjadi makhluk terhina.
c. Tolak ukur kemuliaan adalah iman dan buku iman
itu yaitu perbuatan baik.
B.
Surat Al-A’raf 7 : 175-176
Perumpamaan Manusia Yang Mandustakan Ayat-Ayat Allah
واتل عليهم نبأالذى ءاتيناه ءايتنا
فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان من الغاوين. ولو شئنا لرفعنه أخلد الى الارض
واتبع هوىه فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث او تتلقه يلهث ذالك مثل القوم
الذين كذبوا بئايتنا فاقصص القصص لعلهم يتفكرون.
Artinya: “175.
Dan bacakanlah kepada mereka berita
orang yang Telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi
Al Kitab), Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia
diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang
yang sesat, 176. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir.”
Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka
berfikir.
o
Kosa Kata :
Perumpamaan bagaikan anjing, artinya
bagaikan anjing yang selalu mengulurkan lidahnya dalam segala hal, selalu
menjilat-jilatdan tidak berguna baginya iman dan pengetahuannya.
o
Tafsir
Allah
memberikan perumpamaan orang yang hina ini, yang Allah datngkan ayat-ayat-Nya,
lalu ia melepaskan diri dari ayat-ayat Allah, (diumpamakan) dengan seekor
anjing. Tidaklah kehinaan anjing itu membuat Allah enggan dengan memberikan
perumpamaan dengannya. Demikian juga Allah memberikan perumpamaan dengan seekor
lalat pada surah Al-hajj 22 : 73, perumpamaan dengan rumah laba-laba pada surat
Al-ankabuut 29 : 41, perumpamaan dengan seekor keledai pada surat Al-Jumu’ah 62
: 5. Ayat ini diturunkan menceritakan kepada kita kisah Bal’am, untuk
mengingatkan kepada kita bahwa meskipun seorang itu sudah mencapai ilmu yang
sangat tinggi sebagaimana yang dicapai oleh para Nabi tetapi lalu ia maksiat
condong kepada dunia, maka akhirnya bernasib sebagaimana Bal’am yang disebut
oleh Allah : Famatsaluhu kamatsalil kalbi in tahmil alaihi yalhats atau
tatrukhu yalhats. Orang itu contohnya bagaikan anjing yang selalu mengulurkan
lidahnya dalam segala hal, selalu menjilat-jilat dan tidak berguna baginya
segala peringatan, ancaman, dan nasihat, tidak berguna baginya iman dan
pengetahuannya. Karena itulah ayat ditutup dengan kalimat : Faqshusil qashasha
la’allahum yatafakkarun: Ikutilah kisah ini supaya mereka berpikir dan
memperhatikan.
o
Pesan
Wahai
manusia, mawas diri dan berhati-hatilah dengan duniamu dan janganlah kamu terlena
dengannya sehingga terjadi seperti itu.
C.
Surat Al-Isra’ : 70
Manusia Makhluk Yang Dimuliakan Allah
ولقد كرمنا بنى ءادم وحملنهم فى البر
والبحر ورزقنهم من الطيبت وفضلنهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا.
Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan
anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”
o
Kosa Kata :
·
Karramna Kata karramna diambil dari akar kata karaman yang berarti
kemuliaan Karaman yang berarti Kami (Allah) telah memuliakan. Adanya tasydid
pada lafaz karrama menunjukkan banyaknya kemuliaan yang diberikan Allah kepada
manusia, adalah anugerah berupa keistimewaan yang sifatnya internal. Dalam
konteks ayat ini, manusia dianugerahi Allah keistimewaan yang tidak
dianugrahkan kepada selainnya dan itulah yang menjadikan manusia mulia serta
harus dihormati, walaupun ia telah menjadi mayat. Darah, harta, dan kehormatan
manusia tidak boleh dialirkan dan dirampas begitu saja. Semuanya harus
dihormati dan dimuliakan.
o
Tafsir
a. Allah memuliakan Bani Adam yaitu
manusia dari makhluk-makhluk yang lain, baik malaikat, jin, semua jenis hewan,
dan tumbuh-tumbuhan, kelebihan manusia dari makhluk-makhluk yang lain berupa
fisik maupun non fisik.
Selain diberi panca indra yang sempurna, manusia juga diberi
hati yang berfungsi untuk menimbang dan membuat keputusan. Firman Allah :
Artinya : ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”
Meskipun demikian, banyak manusia yang tidak menyadari akan
ketinggian derajatnya sehingga tidak melaksanakan fungsinya sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah ta’ala ;
Artinya ; ” Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahanam
banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka
seperti hewan ternak bahkan lebih sesat lagi.”
o
Pesan
a. Ingatlah!! Manusia diciptakan Allah sebagai
makhluk yang paling mulia di antara kebanyakan makhluk-Nya karena mereka
memiliki akal, rupa yang indah, dan bentuk badan yang serasi.
b. Ingatlah!!
pada hari perhitungan, manusia akan dihimpun dengan membawa kitab masing-masing
yang memuat catatan yang lengkap mengenai amal mereka.
c. Ingatlah!! orang yang ketika hidup di dunia
tidak mau menggunakan akalnya untuk memperhatkan tanda-tanda kekuasaan Allah,
akan menjadi orang yang buta hatiny. Di akhirat, mereka akan mengalami keadaan
yang sama, bahkan mereka lebih buta dan tidak dapat mencari jalan yang bisa
menyelamatkan mereka dari siksaan api negara.
D. Surat
Al-Mukminun : 5
Manusia Menjaga Kemaluan Dari
Perbuatan Keji
والذين
هم لفرو جهم حفظون
Artinya : ”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.”
o
Kosa Kata :
·
Hafizhun terambil dari kata ( حفظ)hifz
yang antara lain berarti memelihara
atau menahan. Yang dimaksud adalah memelihara kemaluan sehingga tidak digunakan pada tempat dan waktu yang tidak dibenarkan agama, serta menahannya sehingga selalu terawasi dan tidak tergelincir dalam keburukan. Bahkan boleh jadi pemeliharaan ini meluas maknanya sehingga mencakup tuntunan Nabi saw. Agar memelihara calon pasangan yang tepat dan baik, tidak hanya berdasar kecantikan dan ketampanan saja. Kata ( فروج ) furuj adalah jamak dari kata ( فرج ) farj yang pada mulanya dimaksudkan dalam arti segala yang buruk diucapkan pada pria atau wanita. Dari sini kata tersebut biasa diterjemahkan dengan alat kelamin.
atau menahan. Yang dimaksud adalah memelihara kemaluan sehingga tidak digunakan pada tempat dan waktu yang tidak dibenarkan agama, serta menahannya sehingga selalu terawasi dan tidak tergelincir dalam keburukan. Bahkan boleh jadi pemeliharaan ini meluas maknanya sehingga mencakup tuntunan Nabi saw. Agar memelihara calon pasangan yang tepat dan baik, tidak hanya berdasar kecantikan dan ketampanan saja. Kata ( فروج ) furuj adalah jamak dari kata ( فرج ) farj yang pada mulanya dimaksudkan dalam arti segala yang buruk diucapkan pada pria atau wanita. Dari sini kata tersebut biasa diterjemahkan dengan alat kelamin.
o
Tafsir
Dalam ayat
ini Allah menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu
suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina,
mengerjakan pekerjaan kaum luth (homoseksual), onani, dan sebagainya.
Bersenggama yang diperbolehkan hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan
sah atau dengan jariahnya (budak perempuan) yang diperoleh dari jihad
fisabilillah, karena mereka dalam hal ini tidak tercela.
Akan
tetapi, barang siapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah
orang-orang yang melampau batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah
menjelaskan bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada
pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk
orang yang tercela dan melampaui batas. Menahan ajakan, hawa nafsu, jauh lebih
ringan dari pada menanggung akibat dari perbuatan zina itu. Allah telah
memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu kepada umatnya, agar
mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.
o
Pesan
Jagalah
kemaluan kalian selama hidup di dunia, janganlah berhubungan badan melainkan
hanya dengan istri. Hindari sesuatu yang menimbulkan dampak negatife dari
dorongan penyaluran seksual secara tidak sah. Dari segi sosial zina dapat
berakibat tidak diketahuinya asal keturunan anak secara pasti. Sedangkan dari
segi kesehatan fisik, efek negatif zina antara lain dapat mengakibatkan
penyakit gonore, spilis (raja singa) dan luka, dll.
E.
Surat Ali - Imran 3:102
Manusia Yang Paling Mulia di Hadapan Allah
ياايها الذين ءامنوا اتقوا الله حق
تقاته. ولا تموتن الا وانتم مسلمون
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam
o
Kosa Kata :
At-Tuqah Artinya taqwa, sama dengan kata
At-Taudah, yang berasal dari kata Itta’ada
(perlahan-lahan).
(perlahan-lahan).
o
Tafsir
Wajib bagi kamu bertaqwa dengan benar kepada Allah dengan
cara melaksanakan
Janganlah
kamu sekali-kali mati melainkan jika kamu benar-benar dalam keadaan ikhlas
kepada Allah, tidak menjadikan sekutu bagi-Nya dengan siapa pun. Dengan kata
lain janganlah kamu berperangai selain dari Islam, bila kamu kedatangan ajalmu.
o
Pesan
Tetaplah
kamu dalam Islam peliharalah kewajiban-kewajibannya, dan tinggalkanlah larangan-larangan
sampai mati.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
ü Allah menyuruh manusia supaya
benar-benar memperhatikan nikmat karunia Allah swt.
ü Wahai manusia, mawas diri dan
berhati-hatilah dengan duniamu dan janganlah kamu terlena dengannya
ü Allah memuliakan Bani Adam yaitu
manusia dari makhluk-makhluk yang lain
ü Jagalah kemaluan kalian selama hidup
di dunia, janganlah berhubungan badan melainkan hanya dengan istri.
ü Tetaplah kamu dalam Islam
peliharalah kewajiban-kewajibannya, dan tinggalkanlah larangan-larangan sampai
mati.
B.
Saran
Mengingat manusia tidak luput dari kesalahan,
makalah yang kami susun inipun masih banyak kesalahan dan kekeliruan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dari masyarakat pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada Dosen pengajar diharapkan bimbingan
lebih untuk mengingatkan mutu dan kwalitas mahasiswa PAI pada khususnya didalam
mengembangkan ilmu tafsir demi terwujudnya hubungan mahasiswa dengan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI (DEPAG). Al-Quran dan Tafsirnya.
Jakarta : DEPAG, 2006.
Syaikh.Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul bayan ;
penerjemah, Bari, Rivai, Muhammad. Jakarta : Pustaka-Azzam, 2007.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan,
Kesan dan Keserasian al-Quran. Jakarta : Lentera Hati, 2002.
M. Mutawali Sya’rawi, Terj. Tafsir Sya’rawi.
Penerjemah, Ikatan Alumni Universitas al- Azhar Mesir di Medan. Jilid kedua.
Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi, 2005.
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terj. Tafsir Al-Maragi.
Penerjemah, Bahrun Abu Bakar, Lc. Dan Drs. Hery Noer Aly. Juz IV. Semarang :
CV. Toha Putra Semarang, 1993.
Ibnu Katsier, Terj. Tafsir Ibnu Katsier.
Penerjemah, H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy. Surabaya : PT. Bina Ilmu,
2004.