BAB
I
PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Dengan
adanya ilmu hadits, menuntut kita untuk mengkaji secara jeli dan tepat dalam
menggali secara dalam tentang sifat dan perbuatan Allah sebagai pemelihara alam
semesta, guna megetahui sifat dan perbuatanNya dalam mengatur alam semesta ini,
supaya manusia mencermati keindahan dan cermatnya penciptaan Allah, sehingga
manusia menyadari akan kekuasaanNya.
Oleh
kerena itu dengan hadirnya makalah yanag kami susun ini diharapkan para pembaca
dapat memahami lebih jauh tentang hadits sifat dan perbuatan Allah dalam
memelihara alam semesta ini.
B RUMUSAN MASALAH
A.
Hadits Nabi Tentang Sifat dan Perbuatan Allah
Sebagai Pemelihara Alam Semesta.
B.
Keindahan Dalam Pandangan Allah.
C.
Hal-Hal Mulia Yang Disukai Allah dan Hal-Hal Ercela
Yang Dibenci Allah.
C TUJUAN PEMBELAJARAN
Maksud
dan tujuan kami dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mempermudah memahami
hadits Nabi dalam amalan manusia, dalam situasi dan kondisi tertentu. Artinya
kita sebagai umat muslim harus mengetahui tujuan hadits yang berkenaan dengan
alam semesta.
AB IIB
KORPUS DATA
عن عمرو سمعت رسول الله يقول تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في
ذاته
(متفق عليه)
عن ابي هريرة
قال: قال رسول الله صلعم ان الله لا ينظلر الي سواركم ولا الى اموالكم ولكن الله
ينظر الى قلوبكم و الى اعمالكم
(رواه
ترمذى و احمد)
. عن ابنى مسعود
قال: قال رسول الله صلعم نوروا بيوتكم بالصلا ة وبتلا وة القرأن
(رواه احمد)
عن ابنى مسعود
قال: قال رسول الله صلعم من رأى منكم منكرا
فليغير بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه فإنه أضعاف الامان
(رواه مسلم)
BAB
III
HADITS NABI TENTANG SIFAT DAN PERBUATAN ALLAH SEBAGAI PEMELIHARA
ALAM SEMESTA
A. Sifat dan
Perbuatan Allah
عن عمرو سمعت رسول الله يقول تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في
ذاته
“Dari
Umar ra. Berkata, aku mendengar rasulullah bersabda : Pikirkan olehmu sifat-sifat Allah dan jangan sekali-kali
kamu mencoba memikirkandzat-nya”
(HR. Bukhari dan
Muslim)
Hadits diatas
menjelaskan tentang Perintah memikirkan segenap ciptaan Allah yang berbagai
ragam itu diharapkan agar manusia dapat mengenal Penciptanya yang memiliki
sifat kesempurnaan. Sebaliknya
manusia
dilarang memikirkan hakikat dzat-Nya.
Adapun sifat
Allah itu tidak terhingga tetapi secara tafsili (terperinci) yang wajib
diyakini ada 20 sifat utama (sifat 20) dan apabila diringkas menjadi sifat 13. Dan dibawah ini merupakan kesesuaian
sifat Allah yang 13 sebagai sifat dan perbuatan sebagai pemelihara alam semesta[1].
Sifat-sifat
Allah SWT yakni sebagai berikut :
1.
Wujud artinya ada, mustahil Allah bersifat adam artinya
tidak ada. Wujud Allah dapat dibuktikan dengan adanya alam semesta yang indah
beserta segala kelengkapannya yang berjalan menurut aturan. Alam mengikuti
suatu kekuatan yang mengatur sehingga tidak pernah menyimpang dari garis yang
telah ditentukan.
Keyakinan terhadap adanya Tuhan yang
Maha Esa tidak saja diajarkan agama, tetapi ilmu pengetahuan pun mengakui
keberadaanNya. Seorang Filosof Xenophanes (580-470 SM) mengatakan bahwa :
”Tuhan yang Esa itu tidak dijadikan, tidak bergerak, berubah-ubah dan Dia Penguasa
seluruh Alam.”
2.
Qidam artinya dahulu (tidak ada permulaan), mustahil Allah
bersifat hudus artinya baru. Allah terjadi dengan sendirinya, tidak bermulaan
dan tidak berkesudahan. Sedangkan makhlukNya adalah baru karena semua makhluk
diciptakan dan mempunyai sebab kejadiannya. Tidak dapat diterima oleh akal
bahwa sesuatu akan terjadi tanpa sebab.
3.
Baqa artinya kekal, mustahil Allah bersifat Fana artinya
lenyap. Setiap benda yang ada akan mengalami fana artinya lenyap. Hal ini
merupakan sifat makhluk yang tidak layak disejajarkan dengan keagungan Tuhan.
4.
Mukhalafatu Lilhawaadisi artinya berbeda dengan makhluk-Nya,
mustahil Allah bersifat mun a salatu lilhawa disi artinya sama dengan
makhlukNya. Bagi Allah, sifat dan perbuatannya tidak ada yang menjamin karena
Allah Khalikul alam sehingga tidak akan ada yang membatasinya. Jika terjadi
persamaan dengan makhluk hanyalah dalam hal namanya, sedangkan hakikatnya tidak
akan terjadi karena keterbatasan makhluk.
5.
Qiyamuhu Binafsihi artinya berdiri sendiri, mustahil Allah
bersifat Qiyamuhu bigairihi artinya butuh kepada yang lain. Allah wajib
disembah dan dimintai pertolongan. Dia tidak berhajad kepada yang lain. Ia
dapat menyelesaikan segala sesuatu yang terdapat dialam semesta ini dengan
kekuasaanNya.
6.
Wahdaniyah artinya Esa atau Satu, mustahil Allah bersifat
ta’adud artinya berbilang atau bersekutu. Kekuasaan Allah mutlak dalam segala –
galanya, baik dalam dzat, sifat, maupun perbuatanNya. Keesaan Allah tidak
terdiri atas perpaduan beberapa unsur, sempurna dan tidak ada cacat atau
kekurangan. Dia tidak mungkin dapat dijangkau oleh pancaindra manusia dan tidak
dapat diukur dengan alat apapun juga.
7.
Qudrat artinya kuasa, mustahil Allah bersifat ’ajzu artinya
lemah. Allah berbuat apa saja menurut kehendak Nya terhadap makhluk dan memberikan
ketentuan batas waktu dan kekuatannya. Tidak ada satu makhluk pun yang dapat
menghalangiNya. KekuasaanNya meliputi alam gaib dan alam nyata serta mampu
mengendalikan semua benda yang paling kecil sampai kepada benda yang paling
besar. Tentu saja Dia tidak akan bersifat lemah seperti makhlukNya
8.
Iradat artinya berkehendak, mustahil Allah bersifat karahah
artinya terpaksa. Allah menciptakan alam ini dengan kemauan dan pilihanNya,
bukan kebetulan atau terpaksa. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak
dan persetujuan dariNya. Dia berkehendak menghidupkan, mematikan dan mengubah
kehendak makhlukNya sehingga apa yang telah direncanakan dapat digagalkan dan
yang tidak direncanakan dapat terjadi. Bagi Allah tidak ada keterpaksaan karena
hal itu menunjukkan sifat yang lemah dan tidak sempurna.
9.
Ilmu artinya
mengetahui, mustahil Allah bersifat Jahlun artinya bodoh. Pengetahuan Allah
tidak ada batasnya meliputi segala sesuatu, baik yang lahir maupun yang
tersembunyi, dibalik bumi ataupun langit. Apabila ilmu Allah dibandingkan
dengan pengetahuan manusia, maka ilmu manusia bagaikan setetes air ditengah
lautan. Dia tidak pernah lupa sedikitpun terhadap ciptaanNya, berapapun
banyaknya, pada saat tertentu makhluk yang lahir dan yang mati. Begitu luasnya
pengetahuan Allah sehingga tidak ada yang luput dari catatanNya.
10.
Hayat artinya hidup, mustahil Allah bersifat maut artinya
mati.
11.
Sama artinya mendengar, mustahil Allah bersifat summun
artinya tuli. Allah mendengar segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dari
suara yang sangat lemah sampai suara petir, suara hati seorang yang sedang
merenung sampai seorang yang berteriak. Namun, janganlah disamakan Allah dengan
manusia hingga dibayangkan Ia mendengar dengan telinga. Allah Maha Suci dari
sifat lemah. Sekalipun manusia dapat mendengar suara yang jauh dengan
menggunakan peralatan yang canggih, hal itu hanya terbatas padaa sesuatu yang
tertentu.
12.
Basar artinya melihat, mustahil Allah bersifat umyun artinya
buta. Basar merupakan sifat yang qadim pada dzat Allah dengan tidak menggunakan
alat indra, tetapi dengan cara yang layak bagiNya hingga terbuka bagiNya segala
yang ada.
13.
Kalam artinya berfirman, mustahil Allah bersifat bukmun
artinya bisu. Allah berbicara dengan hambaNya, sedangkan caranya hanya Allah
sendiri yang mengetahuiNya. Pembicaraan Allah disebut kalamullah. Kalam Allah
disampaikan kepada para Rasul, baik secara langsung maupun lewat perantaraan
Malaikat Jibril. Wujud Kalamullah itu dapat berupa kitab suci seperti Al-Qur’an
dapat pula berupa lembaran (suhuf) dan alam semesta.
B. Keindahan Dalam Pandangan Allah
Allah
berfirman :
” Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa diantara kamu……[2]
Harga diri di
hadapan Allah swt. bukan dilihat dari status sosialnya, kebagusan rupa,
keturunan bahkan kekayaan, melainkan nilai kualitas ketakwaannya. Diterangkan
dalam hadits berkenaan dengan hal tersebut yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori
dari Abu Hurairoh R,A bahwa Rosulullah Saw bersabda:
عن ابي هريرة
قال: قال رسول الله صلعم ان الله لا ينظلر الي سواركم ولا الى اموالكم ولكن الله
ينظر الى قلوبكم و الى اعمالكم
“Allah
tidak akan melihat penampilanmu dan kekayaan kamu, akan tetapi kepada hati dan
amalmu” (HR.Tirmidzi dan Ahmad)
Diriwayatkan
pula oleh Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abu Lahab R.A berkata,”seorang
laki-laki beranjak menemui Nabi yang sedang berada di atas mimbar, orang itu
berkata, ‘ya Rasulullah, manusia manakah yang paling baik?, Rasulullah
menjawab,’manusia yang paling baik adalah yang paling rajin membaca Alquran,
yang paling bertakwa kepada Allah, yang paling sering memerintahkan yang ma’ruf
dan mencegah perbuatan yang munkar, dan yang paling sering menyambung
silaturrahmi.
Dalam hadits lain dijelaskan bahwa manusia yang paling baik
ialah manusia yang berhati tulus dan berlidah lurus. Sahabat bertanya,”apa yang
dimaksud berhati tulus ya Nabi ?, nabi menjawab,”hati yang bertakwa, bersih,
tidak menyimpan dosa kepada Allah dan orang lain, tidak dengki, tidak iri,
tidak zholim” nabi ditanya lagi, sesudah itu siapa ?, kata nabi, “yang
mengembangkan kehidupan dunia sambil mencintai akhirat”, sesudah itu apa lagi
ya nabi?, “mukmin dengan akhlak yang baik”. Kemudian hadits lain disebutkan
“manusia yang paling baik adalah yang panjang usianya dan baik amalnya”[3]
Dari ayat dan
hadits di atas menjelaskan kepada kita bahwa manusia yang mulia dalam pandangan
Allah dinilai dari segi kualitas ketakwaannya, dan manifestasi takwa itu
sendiri memancarkan kesadaran cahaya ilahiyah dalam kehidupan sehari-hari,
sebagai pola atau gaya kita menempuh hidup yang disertai dengan kesadaran yang
mendalam bahwa Allah itu hadir “Innallaha ma’aanaa”,sesungguhnya Allah itu
selalu bersama kita[4]. Dan ia tidak terfokus hanya
mempunyai kesadaran vertical saja, berupa hubungan kepada Allah swt., orang
yang bertakwa juga memiliki kesadaran horizontal, yaitu hubungan dengan sesama
manusa. Dua kesadaran itu dilambangkan dalam praktek sholat. Sholat yang
dimulai dengan takbiratul ihram, artinya takbir yang mengharamkan segala
pekerjaan lain selain menghadap Allah, dengan ucapan Allahu Akbar, Alla maha
besar. Takbir ini menggambarkan kesadaran vertikal.
Dengan demikian janganlah tertipu oleh penampilan bertopeng
sholeh yang kadang membuat terpesona orang dengan kesholehannya. Tetapi dibalik
itu wajah sebenarnya menampilkan bahimiyah, yakni binatang buas yang
berpenampilan manusia. Karena Allah mengajarkan kepada hambanya agar selalu
cantik bathiniyahnya. Para Nabi dan Imam juga telah diberi Allah swt. keduanya
yakni cantik lahiriyahnya tetapi cantik juga bathiniyahnya.
Mengapa para Nabi harus tampan? Dalam Alquran disebutkan :
“Supaya orang tidak membuat alasan yang menolak kebenarannya”,Lialla yakuuna
linnaasi ‘alallaahi hujjatun ba’dar rasuul”[5].
Bagaimana orang akan menerima kebenaran kalau wajah nabinya menakut- kan misalnya, karena
itulah para Nabi dan Imam memiliki dua keindahan itu.
Akhirnya, kita harus bersungguh-sungguh untuk memperoleh
kualitas ketakwaan. Agar hidup kita dimata Allah menjadi lebih mulia yang
kemuliaan itu akan dinilai oleh Allah swt. sebagai investasi akhirat kita yakni
berupa surga. Untuk itu semua diperlukan kesabaran dalam hal apaun karena salah
satu manifestasi syukur adalah sabar, dan tidak semua orang mendapatkan
kebaikan dan surga melainkan hanya untuk orang-orang yang sabar.
C. Hal-Hal Yang Mulia
Yang Disukai Allah dan Hal-Hal Tercela Yang Dibencinya
1. Hal-Hal Yang Mulia
Yang Disukai Allah
a) Gemar membaca
al-qur’an
Rasulullah saw bersabda:
عن ابنى مسعود
قال: قال رسول الله صلعم نوروا بيوتكم بالصلا ة وبتلا وة القرأن
“Sinarilah rumah-rumah kamu sekalian dengan
salat sunat dan bacaan Al Quran“ (HR.Baihaqi).
Rumah tampak terang benderang
menurut pandangan Allah apabila di dalamnya selalu ada ayat-ayat suci Al Quran
yang dibaca. Hati menjadi lega, pemaaf, dermawan dan sifat terpuji
lainnya.Dalam hadis lain Nabi mulia saw menegaskan, “Dan tidaklah suatu
kelompok yang ada di dalam masjid Allah merasa tenang, kecuali mereka membaca
kitab Allah dan menderasnya serta berusaha menyingkapkan kata-kata kepada
pengertian yang benar dari ayat yang dibaca.“ Abu Hurairah RA berkata, “Rumah
yang didalamnya dibacakan Al Quran akan dilimpahi kebaikan, dihadiri para
malaikat dan akan dijauhi oleh syetan. Dan rumah yang dialamnya tidak pernah
dibacakan Al Quran, akan terasa sempit, tidak ada kebaikan, didatangi oleh
syetan dan dijauhi oleh malaikat“ (Az-Zuhud). “Diceritakan, ada seorang lelaki
mengeluh kepada Rasulullah saw “Ya Rasulullah. Dadaku merasa sempit dan sesak
nafasku.” Nabi saw menjawab, “Bacalah Al Quran “[6] .
b)
Berakhlaq mulia
Satu-satunya alasan bagi kemuliaan
dan kebanggaan bagi setiap orang adalah akhlak mereka. Dalam pekerjaan mereka,
perolehan, kebiasaan, keadaan mereka saat ini, keberhasilan sejati hanya
dicapai melalui akhlak yang baik, terutama jika akhlak itu disempurnakan dengan
keadilan.“ (Al Hadis Nabi SAW). Al
Rafi’i menuturkan “Seandainya aku diminta untuk merangkum filosofi seluruh
ajaran Islam dalam dua kata, maka akan kukatakan “Keluruhan akhlak.“ Apa
dasarnya? ”Rasul SAW bersabda “Aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak “[7].
Lalu “Mengapa Nabi Muhammad SAW diutus? Allah SWT berfirman : “Kami tidak
mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta“[8].
Muncul pertanyaan berikutnya, “Mana lebih penting antara salat, puasa, doa,
zikir, haji dan seterusnya ? Dr. Amr Khad, Motivator Muslim kaliber Dunia
menjawab, “Akhlak lebih penting. Sebab tujuan utama seluruh ibadah adalah
membenahi akhlak. Kalau tidak, maka ibadah tersebut akan jadi semacam latihan
olahraga saja.“ Misalnya Allah berfirman, “Dirikanlah salat. Sesungguhnya salat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.“ (Al-Ankabut 45). Jadi, yang salatnya
tidak mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, berarti salatnya itu
hanya berupa gerakan olahraga.Ia mengerjakan salat, tetapi akhlaknya tidak
membaik. Dalam hadis qudsi, Allah berfirman ”Aku hanya menerima salat dari
orang yang dengannya ia tawadhu pada keagungan-Ku, tidak menyakiti makhluk-Ku,
berhenti bermaksiat pada-Ku, melewati siangnya dengan zikir pada-Ku, serta
mengasihi orang fakir, orang yang sedang berjuang di jalan-Ku, para janda, dan
orang yang ditimpa musibah“[9].
Sehingga Imam Ja’far Al Shadiq, buyut Nabi Muhammad SAW berkata, “Tidak
diterima salat seseorang yang tidak memiliki kepedulian terhadap orang yang
lapar dan terlantar.
2. Hal-Hal Tercela
Yang Dibencinya
a) Berperasangka buruk
Rasulullah SAW bersabda “Muslim
dengan Muslim lainnya bersaudara. Tidak boleh mengkhianati, mendustakan, dan
menghina. Setiap Muslim dengan Muslim lainnya haram kehormatan, harta dan
darahnya. Seseorang layak dikatakan jahat jika ia mencaci saudaranya sesama
Muslim. “Merendahkan derajat kemanusiaan dengan cara menggunjingkannya termasuk
perbuatan yang dicela dalam Islam. Inilah pemaknaan gibah yang sesungguhnya;
menjatuhkan kemuliaan manusia dengaan menceritakan aibnya. Perbuatan gibah erat
kaitannya dengaan interaksi sesama manusia, dan dosa pelakunya tidak akan
diampuni selama belum mendapatkan pemaafan dari korbannya.
Apa pun yang
kau bincangkan mengenai cacat fisik, asal usul silsilah, tingkah laku, akhlak,
keyakinan atau bahkan pakaian, rumah atau kendaraannya, semua itu merupakaan
gibah. Gibah dikategorikan sebagai dosa yang paling dibenci dan kotor. Karena
alasan inilah gibah disebut sebagai dosa yang lebih buruk daripada perzinaan
dan pencabulan.
Allah SWT berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan),
karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan
orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penberimatobat lagi Maha
Penyayang.“[10].
Nabi SAW menjelaskan bahwa orang yang
doyan menggibah, di akhirat akan bangkrut. Karena pahalanya digunakan untuk
diberikan kepada orang digibahi. Bahkan kalau pahalanya ludes, maka dosa orang
digibahi akan berpindah kepada si penggibah. Dikisahkan, bahwa satu hari ada
seseorang menggibahi Al Hasan Al Basri. Bagaimana reaksi sang ulama besar kota Basrah ini? “Beliau
mengirimi si penggibah itu sepiring buah palem dengan pesan, Aku mendengar
bahwa kamu telah memberiku hasanah-mu sebagai sebuah hadiah, dan aku ingin
mengembalikan kebaikan itu. Mohon maaf karena aku tidak mampu mengembalikannya
secara utuh.“ Gibah pada kenyataannya adalah kebaikan dari pelakunya. Dari
‘Amrs bin Al ‘Ash bahwa ia melalui bangkai keledai, dan berkata kepada beberapa
temannya, “Lebih baik jika seseorang makan daging ini sekenyangnya-kenyangnya
daripada makan daging bangkai saudaranya sesama Muslim.”
Jangankan menggibah, bahkan
mendengar dan atau memperhatikan gossip saja, adalah sesuatu yang harus
dipertanggungjawabkan manusia dihadapan Allah. Adalah terlarang untuk duduk
bersama orang yang bergosip dan bergunjing. Menolak mendengarkan gibah dan
ucapan yang buruk adalah salah satu ciri orang beriman. Kehormataan orang
beriman harus dibela dengan mengkritik perkataan tukang gossip atau dengan
mengatakan hal-hal yang baik dan benar adanya tentang orang yang digunjingkan.
Rasul SAW
berpesan
عن ابنى مسعود
قال: قال رسول الله صلعم
من
رأى منكم منكرا فليغير بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه فإنه أضعاف
الامان
“Barangsiapa melihat kejahatan, hendaknya dia
mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, lakukan dengan lidahnya; atau jika
ia tidak melakukannya,hendaknya ia menetangnya dalam hati, dan itulah
selemah-lemahnya iman.“ (HR.Muslim).
b)
Sifat kikir
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah
disebut Muslim orang yang kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan“
(HR.Bukhari). Hadis lain “Tidaklah beriman kepada-Ku (Allah) orang yang tidur,
kenyang, sedangkan tetangganya lapar, padahal ia mengetahuinya“ (HR.Al Bazzar).
Dalam surah Al Ma’un Allah menegaskan, “Dicap mendustakan agama orang yang
menghardik anak yatim, tidak menolong dan memberi makan orang miskin, enggan
memberi bantuan.
Allah tidak akan memberkahi harta yang selalu disimpan oleh
pemiliknya dan tidak mau diinfakkan kepada orang yang wajib dia berikan infak.
Karena ini adalah perbuatan orang yang kikir dan kekikiran adalah sifat yang
tercela dan dibenci. Yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya juga tidak
disukai oleh manusia. Harta orang yang kikir tidak memiliki kebaikan, dan tidak
akan berkembang. Rasul SAW bersabda “Hindarilah perbuatan zalim karena orang
yang melakukan perbuatan zalim akan disiksa pada hari kiamat. Hindarilah sifat
kikir,karena telah membinasakan orang yang datang sebelum kamu “[11].
Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda, “Suatu kaum yang tidak mau mengeluarkan
zakat akan ditimpakan bencana oleh Allah selama bertahun-tahun. Orang yang
menolak untuk mengeluarkan zakat akan berada di neraka pada hari kiamat “
(HR.Thbarani).
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Perintah
memikirkan segenap ciptaan Allah yang berbagai ragam itu diharapkan
agar manusia dapat mengenal Penciptanya yang memiliki sifat kesempurnaan.
Ø Harga diri di hadapan Allah swt. bukan dilihat dari
status sosialnya, kebagusan rupa, keturunan bahkan kekayaan, melainkan nilai
kualitas ketakwaannya.
Ø Hal-Hal Yang Mulia
Yang Disukai Allah
·
Gemar membaca al-qur’an
·
Berakhlaq mulia
Ø Hal-Hal Tercela
Yang Dibencinya
·
Berperasangka buruk
·
Sifat kikir
A. SARAN
Mengingat manusia tidak luput dari
kesalahan, makalah yang kami susun inipun masih banyak kesalahan dan
kekeliruan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dari semua mahasiswa dan
dosen yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada Dosen pengajar diharapkan
bimbingan lebih untuk mengingatkan mutu dan kwalitas mahasiswa PAI pada
khususnya didalam mengembangkan ilmu hadits demi terwujudnya implimentasi dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Muhammad bin
Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, op.cit.
·
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain
al-Qusyairiy an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz I, (Beirut: Dar Ihya
al-Turats al-‘Arabiy, t.th.).
·
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih
al-Bukhari, op.cit., h.
·
Al-Huwaithi, Sayyid bin
Ibrahim, Syarah Arbain An-Nawawi, Jakarta :
Darul Haq, 2008
·
Tim Ahli Tauhid, Kitab
Tauhid Jilid 2, Jakarta :
Darul Haq, 2008
·
Al-Utsaimin, Muhammad bin
Sholih, Syarah Hadits Arbain, Jakarta :
Pustaka Ibnu Katsir, 2008